Kapolrestabes Medan Diduga Abaikan Hak Pelapor Terkait SP2HP Laporan Penipuan dan Penggelapan
Medan –Jejak-Kriminal.Com- Kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilaporkan oleh Gunawan Hutagalung, warga Desa Bandar Setia, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, ke Polrestabes Medan, hingga kini belum menunjukkan perkembangan yang jelas.
Gunawan mengaku sudah dua bulan sejak laporan diajukan, namun ia belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari penyidik, padahal dokumen tersebut seharusnya diberikan secara berkala sesuai prosedur hukum.
Kekecewaan Pelapor terhadap Kinerja Penyidik dan Kapolrestabes Medan
Dalam keterangannya kepada awak media, Gunawan Hutagalung mengungkapkan rasa kecewanya terhadap kinerja penyidik dan Kapolrestabes Medan yang dinilainya tidak bertanggung jawab dalam menangani laporannya.
“Saya sungguh kecewa dengan kinerja Kapolrestabes maupun penyidik. Masa sampai saat ini saya belum pernah sekali pun mendapatkan SP2HP dari laporan saya. Apa mesti pakai uang dulu baru laporan saya ditindaklanjuti?” ujar Gunawan dengan nada kesal.
Gunawan berharap agar pihak kepolisian dapat bekerja secara profesional dan transparan sesuai dengan regulasi hukum yang berlaku.
Lebih lanjut, ia berencana untuk melaporkan penyidik dan Kapolrestabes Medan ke Divisi Propam Polda Sumut, karena haknya sebagai pelapor tidak kunjung diberikan.
SP2HP merupakan salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas kepolisian dalam menangani suatu perkara.
Dokumen ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelapor atau korban mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus yang mereka laporkan.
Landasan hukum terkait kewajiban kepolisian dalam memberikan SP2HP di antaranya:
Peraturan Kapolri (Perkap) No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang mengatur bahwa penyidik wajib memberikan SP2HP secara berkala kepada pelapor atau korban.
Acara Pidana (KUHAP), yang menjamin hak-hak pelapor dan korban dalam proses penyidikan.
Dengan adanya SP2HP, pelapor seharusnya mendapatkan informasi terkait:
Perkembangan penyidikan kasus yang dilaporkannya.
Tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh penyidik.
Rencana tindak lanjut dalam proses penyidikan.
Namun, dalam kasus yang dialami oleh Gunawan Hutagalung, hak tersebut tampaknya diabaikan oleh pihak kepolisian.
Jika penyidik atau kepolisian tidak memberikan SP2HP kepada pelapor, terdapat berbagai konsekuensi hukum yang dapat dikenakan, antara lain:
Teguran lisan atau tertulis.
Mutasi atau pemindahan jabatan.
Penundaan kenaikan pangkat atau gaji berkala.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, anggota yang melanggar kewajibannya dapat dikenakan sanksi seperti:
Hukuman disiplin (penahanan, penurunan pangkat, atau pencopotan jabatan).
Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang atau maladministrasi yang merugikan masyarakat, kasus ini dapat dilaporkan ke Divisi Propam Polri, Ombudsman RI, atau bahkan ke ranah pidana melalui pengadilan.
Jika masyarakat mengalami kejadian serupa, mereka dapat melakukan beberapa langkah berikut:
Propam bertugas menindaklanjuti pelanggaran etik dan disiplin anggota Polri.
Ombudsman berwenang menangani laporan terkait maladministrasi, termasuk kelalaian dalam pemberian SP2HP.
Jika ada indikasi penyalahgunaan wewenang, pelapor dapat mengajukan gugatan hukum
Kasus seperti yang dialami Gunawan Hutagalung bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian sangat bergantung pada profesionalisme dan transparansi dalam menjalankan tugasnya.
Oleh karena itu, diharapkan Kapolrestabes Medan segera memberikan klarifikasi dan memastikan penyidik menjalankan tugas sesuai prosedur yang berlaku.
Sebagai aparat penegak hukum, kepolisian seharusnya bekerja demi keadilan bagi masyarakat, bukan justru menghambat hak-hak pelapor dengan mengabaikan kewajiban administratif seperti pemberian SP2HP.
Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian akan semakin menurun. (Red Pel)