Bantuan PIP Disunat Hingga 50% Di SMA/SMK Di Garut, Pembina IWO-I Pilih Dikembalikan Atau Berurusan Dengan APH.

IMG 20250223 WA0042

Garut.Jejak-kriminal.com-maraknya pemotongan pada program Indonesia pintar (PIP) disekolah SMA dan SMK baik negeri maupun swasta khususnya di kabupaten Garut umumnya di seantero Jawa barat makin hari semakin bar bar saja, walaupun kejadian tersebut sudah ditayangkan dibeberapa media, seakan dianggap hal yang biasa oleh beberapa kalangan tertentu.

Menyikapi fenomena tersebut dewan pembina ikatan wartawan online indonesia DPD Garut (S. Afsor) angkat bicara saat ditemui awak media di kediamannya jumat, 21/2/2025.

Menurutnya hal ini tentu bukan perihal yang wajar justru sebaliknya, dan cenderung berpotensi akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan, ujarnya.

Bagaimana tidak, disisi lain baik pemerintah maupun masyarakat sama sama berharap dunia pendidikan mampu memproduksi generasi penerus bangsa yang cerdas, berkualitas dan berintegritas, namun pada saat menjalani proses belajar mengajar siswa/siswi peserta belajar justru disuguhkan pelajaran moral yang tidak baik, seharusnya sekolah menanamkan prinsip prinsip kejujuran, kedisiplinan, jiwa sahaja kepada para siswanya tidak hanya dengan teori, namun hal tersebut dicontohkan lewat prilaku atau adab para pendidiknya, namun berdasarkan temuan dan analisa kami, hal tersebut semakin langka kita lihat ungkapnya.

Pemerintah sudah berupaya semaksimal mungkin dalam rangka mewujudkan amanat undang undang dasar 1945 dan peraturan perundang undangan dibawahnya yakni memberikan hak kepada setiap warga negara Indonesia pendidikan yang layak, namun hal tersebut jauh berbeda ditingkat implementasinya, bantuan siswa baik dari program KIP maupun PIP bertujuan membantu kebutuhan siswa terutama yang berasal dari kalangan kurang mampu, namun faktanya kalangan mampu juga menerima bantuan tersebut, imbuhnya.

Contoh kasus potongan bantuan PIP aspirasi hingga 50% juga terjadi di SMKN2 Garut sekitar dua Minggu kebelakang, berdasarkan data dan informasi yang dapat saya himpun, pencairan bantuan siswa tersebut melalui bank BNI selaku bank penyalur, dan berjumlah lebih kurang sebanyak 400 siswa, pada saat dilakukan konfirmasi kepada ketua komite sekolah dia berkelit bahwa terkait pemotongan pihak sekolah tidak terlibat, tetapi dilakukan oleh oknum wartawan yang mengaku sebagai pengusung, demikian juga PLT kepala sekolah justru memilih menggunakan jurus bungkam alias membisu seribu bahasa.

Hal ini terjadi salah satu faktornya adalah lemahnya pengawasan dan pembinaan dari dinas provinsi Jawa barat, sehingga terkesan mengabaikan temuan yang ditayangkan secara resmi oleh media massa baik cetak maupun online.

Masih lanjut S. After, yang lucunya lagi ada dua orang siswa setelah menerima uang langsung kabur dan pulang kerumahnya, yang beralamat sekitaran kelurahan Sukamantri kecamatan Garut kota, artinya siswa tersebut sengaja menghindar karena tidak mau dipotong, namun oleh tim pelaksana pencairan PIP dikejar kerumahnya dan dipaksa untuk mengembalikan sebesar rp.900.000 intinya sama disunat sebesar 50% dari total rp.1.800.000 ujarnya.

Perlu diketahui oleh khalayak, pemotongan PIP sebesar 50% tersebut terkesan brutal dan berlaku disama ratakan, termasuk kepada siswa yang berstatus anak yatim, menurut saya ini perbuatan dzolim dan tidak bisa ditolerir lagi ucapnya.

“Saya yakin hal tersebut terindikasi merupakan perbuatan melawan hukum berupa pungutan liar dengan latar belakang terpaksa, walaupun sudah dipersiapkan dalih pembenar dengan adanya surat pernyataan kesepakatan, tanyakan saja kepada kpm nya nanti juga ketahuan bahwa semua sudah disiapkan dan dibuat oleh pihak oknum pengusung.

“Untuk itu kami DPD IWO-I Garut memberikan dua opsi pilihan, 1. sebaiknya uang hasil potongan itu dikembalikan kepada siswa penerima manfaat atau 2. kasus ini kami adukan kepada pihak APH, karena jika kejadian ini terus terjadi berulang, maka dugaan perbuatan melanggar hukum disekolah yang melibatkan oknum pengusung yang mengaku dari jaringan partai tertentu, dikhawatirkan Kedepan makin merajalela, yang jelas hanya menguntungkan segelintir oknum saja, di sisi lain citra dan nama baik sekolah tercoreng.

“Hal ini tentu tidak baik buat tempat tumbuh kembang generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang, seharusnya aparat penegak hukum baik kepolisian maupun kejaksaan sigap melakukan penegakan supremasi hukum, karena itu sudah menjadi tugas dan wewenang mereka pungkasnya.”

Tim