Jejak News

Daftar Isi

LSM LP3 NKRI Meminta Pertamina Cabut Izin Pangkalan SPBU 14 227 333 Diduga Kerap Melayani Mafia BBM Subsidi

IMG 20240723 WA0057

24-juli-2024-Baru-baru ini, pada tanggal 23 Juli 2024 sekira pukul 10:00 wib (LSM) Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga Pemantau penyelengara pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (LP3 NKRI) bersama awak media menyoroti praktik yang diduga melanggar aturan oleh para petugas di SPBU 14 227 333 terkait penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite.

Dalam pengamatan tersebut, terlihat para petugas SPBU dengan santainya melakukan pengisian BBM jenis Pertalite ke dalam puluhan wadah jerigen yang tersusun rapi didalam sebuah mobil Ltor ditutupi tenda biru.

Satu persatu jerigen yang telah berisikan BBM pertalite dilangsir kedalam mobil Ltor.

Seorang petugas SPBU yang tidak ingin disebutkan namanya mengakui kepada awak media bahwa dirinya mendapat keuntungan sebesar sepuluh ribu rupiah untuk setiap jerigen berkapasitas 35 liter yang diisi.

Pengakuan ini menambah bukti adanya indikasi kuat praktik penyimpangan dalam distribusi BBM bersubsidi di SPBU tersebut.

Atas temuan ini, LSM LP3 NKRI mendesak Pertamina untuk segera mencabut izin operasional SPBU 14 227 333.

“kami sebagai sosial control meminta ada nya Tindakan tegas yang dapat diberikan pihak migas maupun Pertamina kepada pihak SPBU tersebut. Dan kami juga akan menyurati segera pertamina agar izin penyaluran BBM dapat dicabut” cetus Erikson gultum kepada awak media.

Tindakan tersebut tentu nya untuk menjaga agar distribusi BBM bersubsidi benar-benar sampai ke tangan yang berhak.

Selain itu, LSM LP3 NKRI juga meminta adanya peningkatan pengawasan terhadap seluruh SPBU agar kejadian serupa tidak terulang di tempat lain.

Dalam kasus tersebut tak luput LSM LP3 NKRI yang diketuai Erikson gultum melalui informasi ini iya juga meminta kepada Kapolres Tapanuli Selatan AKBP imam zamroni agar segera melidik dan jika terbukti menyimpang dapat ditindak secara tegas terhadap SPBU maupun para mafia tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku di NKRI ini.

Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (“Perpres 191/2014”) berbunyi:

Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan Jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud sebagai jenis BBM tertentu sendiri adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi dan/atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi yang telah dicampurkan dengan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi.[1]

Lebih spesifik lagi, jenis BBM tertentu terdiri atas minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil).[2]

Dapat dikatakan, Perpres 191/2014 dan perubahannya secara spesifik melarang penimbunan dan/atau penyimpanan minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gas oil).

Di sisi lain, Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”) kemudian mengatur bahwa:

Setiap orang yang melakukan:
Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);
Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).

Berdasarkan uraian tersebut, pembeli BBM dengan jeriken dengan jumlah banyak dapat diduga melakukan penyimpanan tanpa izin, sehingga dapat dipidana berdasarkan Pasal 53 huruf c UU 22/2001 di atas.

Jerat Hukum Bagi SPBU
Terkait pertanyaan Anda, bagi SPBU yang menjual BBM tersebut sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa izin, dapat dipidana dengan mengingat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Pasal tersebut selengkapnya berbunyi:

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Berdasarkan uraian tersebut, jika unsur kesengajaan pada pasal di atas terpenuhi, maka pihak SPBU dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana pembantuan Mereka dapat dianggap membantu orang lain melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan BBM yang melanggar hukum. (red.pel)