Batubara-Sumatra Utara-Jejak-Kriminal.Com- 22 Agustus 2025 – Polemik penegakan hukum di Kabupaten Batubara kembali menjadi sorotan tajam publik. Aktivitas galian C ilegal di Desa Empat Negri, Kecamatan Lima Puluh, bukan hanya sekadar berjalan tanpa hambatan, tetapi seolah memperoleh “payung hukum” dari aparat kepolisian. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah Kapolres Batubara, AKBP Dolly Nainggolan, telah gagal menjalankan sumpah jabatannya?
Awak media pada Jumat (22/8) telah melakukan konfirmasi langsung kepada Kapolres Batubara dan bahkan mengirimkan rekaman video aktivitas galian ilegal tersebut melalui WhatsApp pribadi. Ironisnya, bukti nyata yang seharusnya menjadi dasar tindakan tegas justru diabaikan. Hingga detik ini, galian ilegal tetap beroperasi, seolah mendapat restu dari pucuk pimpinan kepolisian setempat.
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara tegas menyatakan, setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin resmi terancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp100 miliar. Dengan ketentuan yang begitu terang benderang, publik bertanya-tanya: mengapa Kapolres memilih diam?
Sementara itu, dalam SOP Polri sendiri, setiap laporan masyarakat ataupun bukti tindak pidana wajib ditindaklanjuti dengan profesional, transparan, dan akuntabel. Apalagi ketika bukti berupa video sudah disampaikan langsung kepada Kapolres, tidak ada ruang alasan untuk melakukan pembiaran.
Sebagai seorang pejabat Polri, Kapolres terikat sumpah jabatan untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Pembiaran terhadap galian ilegal sama saja dengan mencederai sumpah itu sendiri. Pertanyaan kritis pun muncul: apakah Kapolres Batubara hanya sekadar “menutup mata”, atau justru secara aktif menghalalkan praktik haram ini?

Jika seorang Kapolres mengetahui tindak pidana namun tidak mengambil langkah tegas, maka tindakan itu bukan hanya kelalaian, tetapi dapat dianggap bentuk pelanggaran serius terhadap kode etik dan integritas Polri.
Operasi galian C ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan lingkungan, meningkatkan risiko bencana, serta merugikan negara akibat hilangnya penerimaan pajak dan retribusi. Yang lebih berbahaya, pembiaran ini menciptakan preseden buruk bahwa hukum bisa diperjualbelikan.
Masyarakat Batubara kini kian skeptis. Bagaimana mungkin Polri bisa dipercaya menegakkan hukum, jika di depan mata mereka praktik ilegal dibiarkan? Apakah penegakan hukum hanya tajam ke bawah, namun tumpul ketika menyentuh kepentingan kelompok tertentu?
Awak media dan publik mendesak Kapolda Sumatera Utara untuk segera mengambil langkah tegas dengan mencopot jabatan Kapolres Batubara. Bukan hanya demi penegakan hukum, tetapi juga demi menjaga marwah institusi Polri agar tidak tenggelam dalam stigma negatif.
Janji penindakan tanpa bukti nyata hanyalah retorika kosong. Publik menunggu bukti konkret bahwa Polri berdiri di sisi hukum, bukan di sisi pelaku ilegal. Bila pembiaran terus berlangsung, maka wajar bila muncul dugaan kuat bahwa Kapolres Batubara telah menghalalkan galian C ilegal.
Kini, bola ada di tangan Kapolda Sumatera Utara Irjen pol Whisnu akan melindungi marwah institusi dengan menindak tegas, atau membiarkan Batubara menjadi panggung buram bagi penegakan hukum yang diskriminatif. (rd/red)