Jejak-kriminal.com // Tebingtinggi Sumut – Seorang janda yang ditinggal mati suaminya kini semakin menderita karena apa yang menjadi haknya tidak dapat diraihnya akibat Hakim Pengadilan Agama Kota Tebingtinggi tidak punya hati nurani dan menolak menyatakan Misliati Br. Panjaitan merupakan istri sah dari almarhum Sutrino sang penggali di dalam amar putusan sidang Isbat, Kamis (30/10/2025).
Waktu perjalanan dalam proses sidang Isbat tersebut berlangsung kurang lebih selama 6 minggu yang dilakoni Misliati Br. Panjaitan bersama anak tirinya Ratna Maya Sari yang terpaksa bolak balik dari Pekanbaru ke Tebingtinggi memenuhi undangan sidang di PA Kota Tebingtinggi begitu juga para saksi yang dihadirkan sesuai perintah majelis hakim.
Maksud dan tujuan Misliati Br. Panjaitan mengajukan sidang Isbat, karena untuk pengajuan santunan BPJS Ketenagakerjaan Sutrisno (almarhum suami) yang difasilitasi Pemko Tebingtinggi sebagai tenaga “Penggali Kubur” dimasa hidupnya.
Almarhum Sutrisno duda beranak satu menikah secara agama (siri) dengan Misliati Br. Panjaitan di Tahun 1993 dan di Tahun 1998 melakukan pernikahan secara negara di Kecamatan Rambutan dan sebagai Wali Nikahnya almarhum Hasan Basri Panjaitan yang merupakan adik kandungnya.
Berkas-berkas yang merupakan bukti otentik pernikahan mereka saat ini tidak ada karena pada Tahun 2001, Kota Tebingtinggi dilanda banjir besar yang menggenangi hampir seluruh wilayahnya.
Berhubung sebagai syarat klaim santunan BPJS harus ada buku nikah padahal bukti administrasi pernikahan mereka lenyap ditelan banjir dan database di Kantor KUA Kec. Rambutan juga lenyap ditelan banjir, sesuai petunjuk Pihak BPJS Ketenagakerjaan harus melakukan sidang Isbat di Pengadilan Agama guna menerbitkan duplikasi Buku Nikah.
Namun ternyata, harapan Misliati Br. Panjaitan beserta Ratna Maya Sari anak tirinya kini pupus karena Majelis Hakim Pengadilan Agama tidak punya hati nurani untuk mempermudah proses claim BPJS Tenaga Kerja almarhum Sutrisno.
Mata hati ketiga hakim wanita Pengadilan Agama sepertinya terbuat dari batu karena tidak merasakan penderitaan kesusahan yang dialami Misliati Br. Panjaitan beserta Ratma Maya Sari anak tirinya yang sudah berhutang kesana kemari untuk biaya makan kesehariannya juga untuk ongkos 3 kali pulang pergi Pekanbaru ke Tebingtinggi yang telah menghabiskan biaya 3 juta lebih.
Hakim sidang Isbat sedikitpun tidak tergerak hatinya untuk membantu orang yang susah hidupnya dan bila mereka putuskan saja bahwa almarhum Sutrisno dengan Misliati Br. Panjaitan merupakan suami istri yang sah, tidak ada satu orangpun yang dirugikan ataupun yang menuntut karena Ratna Maya Sari selaku anak almarhum Sutrisno di dalam hatinya Misliati itu ibu kandungnya dan itu tertera di dalam Kartu Keluarganya karena sejak usia 1 tahun setelah ibu kandungnya meninggal, Ratna dirawat oleh Misliati Br. Panjaitan.
Melalui media ini, Misliati Br. Panjaitan bermohon kepada Walikota Tebingtinggi H. Iman Irdian Saragih, SE atau Anggota DPRD Kota Tebingtinggi kiranya dapat memberikan solusi agar Claim BPJS Tenaga Kerja almarhum Sutrisno suaminya dapat dicairkan untuk bayar hutang almarhum juga ongkos anak tirinya serta untuk biaya hidup pasca ditinggal mati suaminya.
Penulis : Budi Hartono / Kaperwil Sumut.
