Laporan yang Terlupakan: Mengapa Kasus Nurhayati Seolah Mandek di Polres Batu Bara?

BatuBara-Ada luka yang menganga, bukan hanya di tubuh, tapi juga dalam hati seorang ibu bernama Nurhayati. Seorang janda beranak lima, warga Dusun III Desa Air Hitam, Kecamatan Datuk Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, yang datang ke Polres dengan harapan—namun pulang dengan pertanyaan: Mengapa hukum begitu lamban berpihak kepada rakyat kecil?

Sudah hampir sebulan sejak kejadian pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh mantan suami dan dua mantan mertuanya di ladang sawit milik pribadi Nurhayati.

Ia diseret, dipijak, dijambak, didorong secara brutal di tempat yang seharusnya menjadi sumber nafkah untuk anak-anaknya. Di hadapan anak bungsunya, Rahman, yang masih kelas 5 SD, ia menjadi korban kekerasan. Namun hingga hari ini, kasus tersebut belum juga menunjukkan perkembangan berarti.

Laporan sudah dibuat. Bahkan pihak Polres Batu Bara, melalui Kanit Resum/PPA Satreskrim Ipda Ade Masry Sundoko, telah mengonfirmasi adanya pengaduan. Tapi ketika ditanya lebih jauh, jawabannya sebatas, “Kasus ini dalam proses penanganan penyidik PPA.” Sebuah kalimat standar yang kerap kali menjadi selimut bagi lambannya tindakan.

Pertanyaannya: berapa lama lagi Nurhayati harus menunggu?

Apakah harus ada video viral terlebih dahulu? Apakah korban harus berteriak di media sosial, menyambangi kantor polisi berulang kali, atau bahkan sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan baru hukum mulai “terbangun”?

Kita bicara soal kekerasan terhadap perempuan. Korbannya adalah janda, lemah secara ekonomi, bertanggung jawab atas lima anak. Ini bukan sekadar kasus ringan yang bisa dibiarkan begitu saja.

Ini adalah persoalan kemanusiaan. Ketika keadilan berjalan lambat, rasa aman masyarakat ikut terkikis.

Penegakan hukum tak boleh berjalan seperti siput, apalagi ketika masyarakat kecil menjadi korban. Jika proses hukum begitu lamban di depan kasus yang terang-benderang seperti ini, bagaimana kita bisa berharap pada keadilan yang menyentuh akar rumput?

Kapolres Batu Bara, masyarakat menanti langkah nyata, bukan sekadar pernyataan normatif. Sudah saatnya Polres membuktikan bahwa hukum bukan milik orang kuat, bukan pula milik mereka yang punya akses, tapi juga milik seorang ibu bernama Nurhayati yang datang dengan luka, demi masa depan anak-anaknya.

Jangan biarkan kepercayaan pada institusi hukum runtuh karena satu kasus yang diabaikan. ((rd.red pel)