Sumatera Utara, Batu Bara —Jejak-Kriminal.Com- Proyek pembangunan pondasi sarana Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) di Desa Petatal, Kecamatan Datuk Tanah Datar, Kabupaten Batu Bara kembali memantik sorotan tajam. Investigasi langsung yang dilakukan Lembaga Ruang Keadilan Rakyat Indonesia (LRKRI) bersama tim media, Jumat (21/11/2025), mengungkap sederet kejanggalan serius yang memunculkan pertanyaan besar: ada apa dengan proyek ini?
Proyek dengan nilai kontrak Rp 868.846.729, bersumber dari APBD dan dikerjakan oleh CV. Ridho Anugrah, terkesan berjalan tanpa pengawasan memadai. Temuan di lapangan menunjukkan pekerjaan dilakukan secara serampangan, jauh dari standar teknis dan keselamatan yang seharusnya menjadi aturan baku dalam pekerjaan konstruksi pemerintah.
Konsultan Pengawas Diduga Mangkir Proyek Berjalan Tanpa Kontrol Profesional
Di lokasi pekerjaan, tim LRKRI dan wartawan tidak menemukan seorang pun konsultan pengawas. Padahal, untuk proyek bernilai ratusan juta rupiah, keberadaan konsultan adalah keharusan guna memastikan kualitas sesuai RAB dan spesifikasi teknis.
“Kami tidak melihat kehadiran konsultan pengawas sejak tiba di lokasi. Proyek sebesar ini tidak boleh dibiarkan tanpa pengawasan ketat, karena sangat menentukan kualitas bangunan nantinya,”
Syahruddin, Perwakilan LRKRI
Mangkraknya fungsi pengawasan membuka ruang lebar bagi indikasi penyimpangan. Tanpa kontrol profesional, potensi manipulasi bahan, pengurangan volume, hingga pengerjaan di luar standar mutu sangat mungkin terjadi.
Temuan lain yang memprihatinkan adalah para pekerja terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) atau peralatan K3 seperti helm, rompi, sarung tangan, hingga sepatu keselamatan.
Kondisi ini bukan hanya menyalahi aturan ketenagakerjaan, tetapi juga menunjukkan lemahnya komitmen kontraktor terhadap keselamatan pekerja. Pekerjaan konstruksi tanpa K3 adalah pelanggaran serius yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan risiko hukum.
Material Besi Diduga Tidak Sesuai Spesifikasi “Besi Biasa, Bukan Ulir, dan Berkarat!”
Inilah temuan yang paling mencengangkan. Tim menemukan penggunaan besi bulat biasa sebagai tulangan utama pondasi, bukan besi ulir yang diwajibkan untuk struktur pondasi bangunan.
Lebih parah, beberapa besi tampak berkarat dan tidak layak digunakan untuk struktur vital.
“Besi yang dipakai bukan besi ulir. Ini besi bulat biasa dan kondisinya berkarat. Sangat berisiko terhadap kekuatan pondasi dan keselamatan bangunan. Ini jelas tidak sesuai standar konstruksi,”
Syahruddin, LRKRI
Penggunaan material di bawah standar berpotensi memperpendek usia bangunan, melemahkan struktur, dan jelas-jelas berimplikasi pada kerugian negara.
Tim juga menemukan penggunaan Semen Merdeka dalam proses pengecoran. Meskipun merek bukan persoalan pokok, kualitas campuran, metode aplikasi, serta pengawasan menjadi faktor penting dalam memastikan daya tahan konstruksi.
Namun tanpa konsultan, standar mutu sangat sulit dipercaya.
Atas temuan berlapis ini, LRKRI memastikan akan mengambil langkah tegas. Mereka akan menyusun laporan investigatif untuk disampaikan ke instansi terkait, terutama Dinas Ketenagakerjaan, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Batu Bara sebagai penanggung jawab proyek.
“Kami akan mengawal proyek ini agar tidak terjadi pemborosan anggaran maupun pekerjaan asal jadi. Negara tidak boleh dirugikan, dan masyarakat berhak mendapatkan bangunan yang berkualitas,”
Syahruddin
Sejumlah temuan ini menegaskan bahwa dugaan pelanggaran teknis di proyek BLK Desa Petatal bukan persoalan sepele. Mangkraknya pengawasan, lemahnya keselamatan kerja, hingga indikasi penggunaan material tidak sesuai spesifikasi memperlihatkan potret buruk pengelolaan proyek pemerintah di daerah.
Siapa yang bertanggung jawab? Mengapa pengawasan lalai? Dan apakah proyek senilai hampir Rp 900 juta ini benar-benar memberikan manfaat atau justru merugikan negara?
(TEM)
