Medan — Sumatera Utara-Jejak-Kriminal.Com-Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan Satpas Satlantas Polrestabes Medan kembali menyeruak ke permukaan. Setelah sebelumnya ramai diberitakan dugaan penggunaan jasa calo untuk penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), kini fakta baru kembali mencuat ke publik.
Berdasarkan hasil konfirmasi awak media pada 8 Oktober 2025, seorang warga asal Deli Tua mengaku telah dipungut biaya perpanjangan SIM B II dengan nominal mencengangkan, yakni mencapai Rp800 ribu. Ironisnya, biaya resmi perpanjangan SIM berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Polri, seharusnya hanya Rp80 ribu untuk SIM C, dan Rp80 ribu–Rp120 ribu untuk SIM B II.
Namun, warga berinisial DS mengungkapkan bahwa dirinya sempat mendapatkan “potongan harga” dari oknum petugas Satpas karena adanya hubungan kedekatan pribadi.
“Perpanjangan SIM B II bang, awalnya saya diminta Rp800 ribu. Tapi karena saya ada kedekatan sama beliau, dikurangi jadi Rp750 ribu bang,” ujar DS kepada awak media, Rabu (8/10/2025).
Fakta ini menambah panjang deretan dugaan pungli yang marak terjadi di Satpas Satlantas Polrestabes Medan. Dalam beberapa pemberitaan sebelumnya, disebutkan bahwa praktik percaloan dan penarikan biaya tidak resmi seolah sudah menjadi hal “lumrah” dan “dianggap halal” di lingkungan pelayanan publik tersebut.
Padahal, secara tegas Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo melalui berbagai instruksi internal telah melarang keras segala bentuk pungli, terutama di sektor pelayanan masyarakat seperti pembuatan dan perpanjangan SIM.
Meski demikian, realita di lapangan menunjukkan seolah instruksi tersebut tidak digubris. Praktik pungli justru terus berlangsung secara terbuka, bahkan dengan dalih “biaya jasa” atau “kelancaran proses”.
Menanggapi maraknya keluhan masyarakat dan pemberitaan media, awak media mendesak Kapolda Sumatera Utara untuk segera melakukan penindakan tegas dan transparan terhadap oknum-oknum yang terlibat.
Langkah tegas diperlukan agar kepercayaan publik terhadap institusi Polri, khususnya Polrestabes Medan, dapat kembali pulih.
Apabila dugaan pungli ini benar terjadi secara sistematis, hal tersebut tidak hanya mencoreng nama baik Polri, tetapi juga melukai semangat reformasi birokrasi yang sedang digencarkan oleh pemerintah.
Masyarakat berharap, Propam Polda Sumut tidak tinggal diam dan segera melakukan investigasi mendalam guna mengungkap pihak-pihak yang terlibat, baik dari kalangan calo maupun oknum internal Satpas.
“Jangan sampai pelayanan publik menjadi ladang bisnis. Polri harus kembali ke marwahnya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,” tegas salah seorang aktivis pemerhati kebijakan publik di Medan.
Praktik pungli dalam pelayanan SIM merupakan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP tentang pemerasan serta dapat dijerat dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(TIM/RED)