Sabung Ayam di Binjai Diduga Kuat Dapat Perlindungan Hukum: Ketika Hukum Jadi Penonton di Tanah Merah

Binjai –Sumatera – Utara-Jejak-Kriminal Com- Di Kota Binjai, tepatnya di Jalan Wijaya, Tanah Merah, Kecamatan Binjai Selatan, aroma tajam ketidakadilan tercium kuat. Di sana, sabung ayam perjudian klasik yang sudah lama dilarang masih berdenyut hidup, seolah hukum tak pernah punya taring. Ironisnya, aktivitas itu diduga berlangsung bertahun-tahun dan mendapat perlindungan dari oknum penegak hukum, termasuk diduga kuat dari lingkaran Kapolres sendiri.

Arena sabung ayam di Tanah Merah bukan lagi rahasia. Setiap akhir pekan, puluhan hingga ratusan orang datang dari berbagai daerah untuk ikut bertaruh. Uang berpindah tangan secara terang-terangan, suara ayam berkokok bersahut-sahutan, dan aroma taruhan bercampur dengan tawa kemenangan serta umpatan kekalahan. Semua itu terjadi di tengah pengawasan aparat yang seolah hilang dari radar.

“Sudah sering kami laporkan, tapi tak pernah ada tindakan. Setiap minggu selalu ramai, bahkan ada yang terang-terangan memungut uang taruhan dalam jumlah besar,” ungkap seorang warga kepada awak media, Sabtu (13/10/2025).

Keluhan warga bukan tanpa alasan. Selain menimbulkan keributan dan keresahan sosial, kegiatan sabung ayam itu mencoreng wibawa hukum dan memperkuat dugaan bahwa hukum di Binjai berjalan pilih kasih. Jika pelaku kecil di pasar atau jalanan cepat ditindak, maka mengapa perjudian terang-terangan ini justru bebas beroperasi?

Pasal 303 KUHP jelas menyatakan bahwa segala bentuk perjudian, termasuk sabung ayam, merupakan tindak pidana. Ancaman hukuman bagi pelaku maupun penyelenggara bisa mencapai 10 tahun penjara. Namun di Tanah Merah, hukum tampaknya hanya berhenti di atas kertas.

Fakta di lapangan menunjukkan adanya “restu diam-diam” yang membuat praktik ini terus hidup. Beberapa sumber bahkan menyebut adanya aliran dana rutin kepada oknum tertentu di kepolisian agar lokasi tersebut tetap aman. Jika dugaan ini benar, maka persoalannya bukan lagi sekadar perjudian, tapi telah menjelma menjadi pengkhianatan terhadap integritas institusi Polri.

Pertanyaan publik kini sederhana namun tajam: Di mana Kapolres Binjai saat hukum diinjak di wilayahnya sendiri?
Apakah beliau benar-benar tidak tahu, atau justru sengaja membiarkan karena ada kepentingan tertentu di balik layar?

Warga Tanah Merah tak butuh jawaban manis atau janji penertiban semu. Mereka menuntut tindakan nyata. Polri seharusnya menjadi garda moral, bukan tameng bagi kejahatan. Jika Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Whisnu Hermawan serius menegakkan “Presisi” sebagaimana visi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, maka penelusuran terhadap dugaan keterlibatan Kapolres Binjai dan bawahannya wajib dilakukan segera.

Sebab di mata rakyat, diamnya aparat sama saja dengan ikut bermain di arena sabung ayam itu sendiri.
Dan selama hukum masih bisa dibeli, Binjai akan terus menjadi panggung di mana keadilan dikalahkan oleh ayam dan taruhan.

(TIM/RED)