Tarif Penerbitan SIM C Disatpas Satlantas Polres Asahan Diduga Menjadi Ladang Bisnis Dipatok Rp 550 Ribu

Asahan -Sumatera Utara-Jejak-Kriminal Com- 17 Mei 2025.
Aroma tak sedap kembali menyeruak dari balik meja pelayanan publik Satpas Satlantas Polres Asahan. Dugaan pungutan liar (pungli) kian kuat setelah dua warga asal Medan mengaku diminta membayar Rp550 ribu untuk penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) C angka yang jelas-jelas melampaui tarif resmi negara.

“Untuk SIM C 550 ribu bang, langsung dicetak. Prosesnya cepat,” ujar seorang pemuda asal Medan yang enggan disebut namanya.
Keterangan serupa datang dari seorang perempuan warga Medan Johor. “Kalau di Medan bisa sampai 850 ribu, di sini cuma 450 ribu. Jadi masih ‘murah’,” katanya, seolah praktik pungli ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat.

Namun, di balik “kemudahan” itu, tersimpan masalah serius soal moral dan hukum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2020 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tarif resmi penerbitan SIM C hanya Rp100.000.
Bahkan jika ditambah tes kesehatan dan psikologi, total seharusnya tidak lebih dari Rp250.000.

Artinya, angka Rp550.000 yang dipungut oleh pihak tertentu di Polres Asahan bukan sekadar penyimpangan administrasi, tetapi indikasi pelanggaran hukum yang dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tipikor, yang mengancam pelaku dengan pidana minimal 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Ironisnya, ketika awak media mencoba melakukan konfirmasi kepada Kasat Lantas Polres Asahan AKP Jonni F.H Sinaga S.H tak satu pun jawaban keluar. Hening. Bungkam. Begitu pula Kanit Regident, yang memilih diam seribu bahasa saat dikonfirmasi terkait dugaan pungli ini.

Padahal, kasus semacam ini menyentuh langsung jantung integritas Polri. Pelayanan publik bukan hanya soal administrasi, tapi cerminan etika dan kejujuran aparat.
Ketika pejabat publik memilih diam, publik berhak curiga apakah ada sesuatu yang disembunyikan?

Ketiadaan sikap terbuka dari pejabat Satlantas membuat sorotan kini tertuju pada Kapolres Asahan.AKBP Revi Nurvelani
Masyarakat dan kalangan jurnalis menilai, sudah saatnya Kapolres turun tangan langsung menindak tegas bawahannya jika benar terjadi praktik kotor di wilayah hukumnya.

Sebab, diam di tengah pelanggaran berarti ikut mengamini.
Kepercayaan publik terhadap Polri dibangun bukan dengan seremonial dan slogan, tapi dengan ketegasan melawan kebusukan di dalam tubuh sendiri.

Situasi ini kian memanas setelah awak media mendesak Divisi Propam Polri dan Itwasda Polda Sumut untuk segera melakukan sidak mendadak (inspeksi mendalam) ke Satpas Satlantas Polres Asahan.
Langkah ini penting untuk membongkar pola pungli terstruktur yang seolah dibiarkan tumbuh di balik ruang pelayanan SIM.

Propam tak boleh hanya sekadar menegur. Jika terbukti ada oknum yang bermain, penindakan hukum harus nyata dan transparan.
Tak cukup dengan mutasi jabatan karena yang dirampas bukan hanya uang warga, tapi juga marwah hukum dan kepercayaan publik.

(TIM/RED)