Pematang Siantar – Sumatera Utara-Jejak-Kriminal.Com-Riak kecil di tengah pelayanan publik kini berubah menjadi gelombang besar yang menghantam institusi kepolisian di Sumatera Utara. Dugaan pungutan liar terkait tarif penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Satpas Polres Pematang Siantar kembali mencuat, namun respons dari pucuk pimpinan lalu lintas Polda Sumut justru membuat publik semakin kecewa.
Tarif SIM yang diduga dipatok warga hingga ratusan ribu rupiah di luar regulasi resmi, kini menjadi pembicaraan luas. Keluhan warga beredar, berita telah viral di puluhan media, dan opini publik terus menguat. Di tengah semua itu, pejabat yang semestinya menjadi aktor utama dalam penegakan SOP tarif SIM Dirlantas Polda Sumut Kombes Pol Firman Darmansyah S.I.K justru memilih bungkam.
Dan sikap diam itu kini berubah menjadi persoalan baru yang lebih besar: kepemimpinan dan akuntabilitas.
Berita Viral, Bukti Dikirim, Namun Dirlantas Tetap Sunyi Senyap, Awak media mengonfirmasi bahwa laporan dugaan pungli sudah dikirim langsung ke nomor WhatsApp pribadi Kombes Firman. Pesan terkirim. Link terbaca. Tidak ada kesalahan teknis. Namun jawaban?
Nihil.
Dalam isu yang menyangkut integritas pelayanan publik, transparansi adalah kewajiban, bukan pilihan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, bungkam tanpa klarifikasi.
Sikap itu memunculkan pertanyaan wajar dari masyarakat, Apakah Dirlantas tidak mengetahui gejolak di bawah jajarannya? Atau mengetahui, namun memilih mengabaikan? Atau justru menghindar dari tanggung jawab struktural?
Pertanyaan-pertanyaan itu lahir bukan dari prasangka, melainkan dari kekecewaan publik yang merasa ditinggalkan.
Lebih ironis lagi, sumber internal menyebutkan bahwa nomor awak media yang mengirimkan konfirmasi justru diblokir oleh Kombes Firman.
Jika benar demikian, maka itu bukan sekadar kelalaian.
Itu sinyal buruk bahwa pejabat publik menutup ruang komunikasi di saat publik membutuhkan penjelasan.
Dalam konteks demokrasi dan pelayanan publik, Media adalah pengawas,Informasi adalah hak publik, Transparansi adalah kewajiban pejabat
Pemblokiran terhadap pers tidak hanya dianggap tidak etis, tetapi juga memunculkan dugaan bahwa ada upaya menghindari sorotan.
SOP Tarif SIM Jelas, Tetapi Dugaan Praktik Lapangan Diduga Melenceng Jauh, Regulasi negara mengatur tarif SIM secara tegas:
SIM A: Rp120.000 (PNBP)
SIM C: Rp100.000 (PNBP)
Biaya tes psikologi & kesehatan mengikuti aturan instansi terkait,Namun laporan warga di Pematang Siantar menyebutkan bahwa tarif yang dipungut diduga mencapai Rp500 ribu.
Jika temuan media ini akurat, maka ini bukan sekadar kesalahan teknis melainkan potensi pelanggaran disiplin, etika, bahkan tindak pidana pungli.
Dan ketika pejabat tertinggi bidang lalu lintas di Polda Sumut memilih bungkam, wajar bila publik mempertanyakan:
Melihat sikap Dirlantas yang dinilai tertutup dan tidak proporsional, gelombang desakan kini mengarah kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan.
Aktivis, jurnalis, dan pemerhati pelayanan publik mendorong, pemeriksaan dan penindakan terhadap oknum Satpas, evaluasi terhadap jajaran pengawas, termasuk Dirlantas,pembenahan total mekanisme kontrol dan transparansi
Bagi publik, diamnya seorang pejabat bukanlah sekadar masalah komunikasi—melainkan masalah kepercayaan.
Di tengah isu yang terus membesar, bukan sedikit suara yang menilai bahwa Kombes Firman telah gagal menunjukkan profesionalitas sebagai pimpinan.
Bagi sebagian masyarakat, ini cukup menjadi alasan untuk mempertimbangkan pencopotan jabatan. Sebab jabatan strategis seperti Dirlantas membutuhkan figur yang:
Cepat merespons,terbuka terhadap kritik,Tegas menindak bawahannya,tidak alergi pada media
Tanpa itu, pelayanan publik hanya akan terperosok lebih parah.
Diamnya Dirlantas, Bukan Sekadar Sikap, Tetapi Masalah Akuntabilitas pungli adalah penyakit lama. Namun penyakit itu tidak akan pernah sembuh bila pimpinan tidak hadir sebagai obat.
Publik tidak meminta hal berlebihan.hanya meminta penjelasan.
Hanya meminta keterbukaan.
Hanya meminta tanggung jawab.
Dan selama klarifikasi resmi tidak diberikan, publik akan terus menunggu dan mendesak.karena bola panas ini kini tidak lagi berada di tangan awak media atau masyarakat.bola panas ini sekarang berada di meja Kapolda Sumut.
(TEM)
