Tokoh Masyarakat Kuala Tanjung Kembali Menyuarakan Tuntutan Pembebasan Lahan dan Dampak Amdal PT. Wilmar Group

IMG 20241117 WA0017

Tokoh Masyarakat Kuala Tanjung Kembali Menyuarakan Tuntutan Pembebasan Lahan dan Dampak Amdal PT. Wilmar Group

Batu Bara-Sumatra Utara -17 November 2024 -Jejak-Kriminal.Com –
Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, menjadi sorotan terkait polemik dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas industri PT. Wilmar Group.

Kawasan industri yang melibatkan beberapa perusahaan besar seperti PT. Multimas Nabati Asahan (MNA-KT) dan PT. Wilmar Padi Indonesia (WPI) kini menjadi perhatian serius masyarakat sekitar.

Khairul Iman, S.H., tokoh masyarakat dan mantan kepala desa Kuala Tanjung, mengungkapkan bahwa upaya masyarakat dalam menyuarakan tuntutan pembebasan lahan dan penyelesaian masalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sudah berlangsung cukup lama.

Menurutnya, pihak legislatif, eksekutif, dan instansi terkait di Kabupaten Batu Bara sudah menerima surat resmi dari warga untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna mengkaji dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas PT. Wilmar Group.

Kesepakatan yang Tidak Terpenuhi
Khairul menjelaskan bahwa sebelumnya, pada November 2023, warga terdampak sudah mencapai kesepakatan awal dengan PT. MNA-KT terkait harga ganti rugi tanah dan bangunan.

Namun, hingga kini, realisasi kesepakatan tersebut tak kunjung terlaksana.

Pihak PT. MNA hanya memberikan janji-janji tanpa tindakan nyata. Sampai saat ini, belum ada transaksi pembebasan lahan maupun ganti rugi kepada warga yang terdampak,” tegas Khairul pada Minggu (17/11/2024).

Ia menambahkan bahwa perjuangan masyarakat akan terus berlanjut hingga PT. MNA memenuhi kewajiban ganti rugi.

Masalah Lingkungan yang Semakin Kompleks
Khairul juga menyoroti pembuatan parit oleh PT. MNA-KT yang dinilai tidak efektif dalam mengatasi permasalahan lingkungan.

Menurutnya, pembuatan parit justru memperburuk kondisi, terutama dengan tanah yang ditimbun secara sepihak sehingga menyebabkan tanah warga di sekitar berpotensi longsor.

Pembuatan parit dengan kedalaman tiga meter yang berbatasan langsung dengan tanah warga justru menjadi bukti bahwa aktivitas PT. MNA telah memberikan dampak lingkungan signifikan. Masalah air, limbah, dan polusi udara sudah sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Desakan Penyelesaian
Khairul berharap PT. MNA segera membebaskan lahan warga dan memberikan ganti rugi atas tanah serta bangunan.

Dampak lingkungan seperti air sumur yang tercemar, kebisingan, bau menyengat, serta polusi udara yang semakin parah dinilai sangat merugikan warga.

Jika masalah ini dibiarkan, akan timbul permasalahan yang lebih besar di kemudian hari, terutama karena pabrik kelapa sawit (PKS) berdampingan langsung dengan permukiman warga,” tambahnya.

Langkah Pemerintah Daerah
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Bupati Batu Bara bersama organisasi masyarakat Pokdarling yang dipimpin oleh Dharma Sembiring telah meninjau kondisi pemukiman warga terdampak.

Dalam kunjungan tersebut, Pj. Bupati meminta PT. MNA untuk terlebih dahulu membuat parit guna mencegah banjir sebelum pelaksanaan pembebasan lahan.

Namun, Khairul menegaskan bahwa pembuatan parit bukan solusi akhir dari persoalan ini.

“Kami berharap semua pihak, termasuk pemerintah daerah, dapat mendorong PT. Wilmar Group untuk menyelesaikan tanggung jawabnya terhadap masyarakat yang terkena dampak,” pungkasnya.

Laporan ini mencerminkan harapan dan perjuangan masyarakat Kuala Tanjung agar masalah dampak lingkungan dan pembebasan lahan dapat segera terselesaikan. (rudi)