GARUT Jejak keriminal— Polemik redistribusi lahan garapan eks HGU PT Condong Garut kembali memuncak. Forum Warga Penggarap menilai proses penetapan penerima redistribusi yang tertuang dalam Keputusan Bupati Garut Nomor 100.3.3.2/KEP.469-DISPERKIM/2025 penuh kejanggalan dan merugikan penggarap asli. Mereka mendesak Bupati Garut, Syakur Amin, untuk segera membatalkan SK tersebut.
Koordinator Forum Warga, Elu Ruhiyat, yang didampingi penasihat hukumnya Asep Muhidin SH, MH, menyampaikan bahwa SK yang diterbitkan pada 3 Oktober 2025 itu memuat ketidaksinkronan data, ketidakadilan pembagian, serta indikasi penyalahgunaan wewenang di tingkat desa.
Selisih Luasan Lahan Diduga Tidak Jelas
Elu menerangkan bahwa berdasarkan Surat Pelepasan Hak (SPH) dari PT Condong Garut, Desa Tegalgede seharusnya menerima lahan seluas 186 hektare. Namun, dalam SK Bupati hanya tercantum 89,96 hektare yang dibagikan kepada 641 orang.
“Kami menuntut penjelasan. Ke mana selisih lahan yang tidak tercantum dalam SK itu?” tegas Elu.
Proses Diduga Tidak Transparan dan Tidak Melibatkan Penggarap
Forum warga juga menyoroti pembentukan panitia atau gugus tugas desa yang dinilai tidak transparan karena tidak mengundang seluruh penggarap dalam perumusan pendistribusian lahan.
“Penggarap asli justru tidak dilibatkan. Warga hanya menerima keputusan jadi tanpa pernah mengetahui prosesnya,” ujar Elu.
Penerima Tidak Tepat Sasaran
Dari pendataan forum warga, terdapat sekitar 200 penerima yang bukan penggarap, bahkan 4 orang di antaranya bukan warga Desa Tegalgede.
Lebih jauh, pihaknya menemukan adanya penerima dari kalangan ASN, bidan, pelajar, mahasiswa, hingga perangkat desa.
“Sementara warga yang benar-benar menggantungkan hidupnya dari lahan itu justru tidak mendapatkan hak garap,” tambahnya.
Ketimpangan Pembagian Lahan
Forum warga menilai pembagian lahan tidak dilakukan secara adil. Penggarap asli hanya menerima 2 are (200 m²) atau kurang, sedangkan beberapa orang yang disebut dekat dengan kepala desa mendapatkan lahan jauh lebih luas.
“Bahkan satu keluarga bisa menerima hampir 3 hektare. Ini sangat tidak adil,” ungkap Elu.
Di Kampung Jaha, lanjutnya, dari 77 kepala keluarga penggarap, hanya 7 orang yang memperoleh lahan redistribusi.
Lokasi Strategis Diduga Dikuasai Kelompok Tertentu
Warga juga menemukan penempatan lahan yang dianggap diskriminatif. Lahan yang datar, dekat jalan, dan dekat sumber air justru diberikan kepada kelompok tertentu yang diduga merupakan kroni aparat desa.
Dugaan Pungutan Rp700 Ribu
Tidak hanya soal pembagian, forum warga juga menuding adanya pungutan sebesar Rp700.000 yang dilakukan oleh panitia dan kepala desa dengan alasan biaya administrasi sertifikat.
Desak Bupati Cabut SK
Dengan berbagai temuan tersebut, Forum Warga Penggarap menegaskan permintaannya agar SK Bupati Garut tersebut segera dicabut.
“Jika tuntutan ini tidak direspons, kami siap melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Desa Tegalgede, Pemkab Garut, dan BPN Garut,” tegas Elu
( Nova)
